Bambang kini tengah menangani beberapa perkara HKI, antara lain
perkara sengketa merek yang sedang dihadapi kliennya yakni PT. Puri
Intirasa pemilik restoran ”Waroeng Podjok” yang telah lama beroperasi di
mal Pondok Indah, Pacific Place, Plaza Semanggi dan beberapa mal
lainnya. Menurut Bambang, sengketa merek kliennya dengan pihak Rusmin
Soepadhi diawali dengan adanya somasi kepada kliennya serta peringatan
terbuka di harian umum oleh pihak Rusmin sebagai pendaftar merek ”
warung pojok”. Atas dasar itu serta hasil penelitian bahwa pihak Rusmin
baru melakukan pendaftaran tahun 2002 setelah ”Waroeng Podjok” dikenal
umum dan terindikasi adanya pendaftaran tanpa itikad baik, pihak Waroeng
Podjok milik PT. Puri Intirasa yang diwakilinya melayangkan gugatan
pembatalan merek melalui Pengadilan Niaga.
Bambang mengatakan, pihaknya melayangkan gugatan ke pihak Rusmin bukan
tanpa alasan, lantaran antara lain karena kliennya sudah mengoperasikan
restoran dengan nama ”Waroeng Podjok” sejak tahun 1998 dan dapat
dibuktikan dengan adanya Surat Setoran Pajak pada Dinas Pendapatan
Daerah sejak tahun 1999. Klien kami juga dapat membuktikan adanya Surat
Keputusan pengukuhan pajak dari Kepala Dinas Pemerintahan Daerah pada
tahun 1999. Disamping itu klien kami juga sudah mendapatkan pengakuan
dari Ditjen Pariwisata sehubungan dengan usaha
makanan tradisionalnya. Bahkan sejak itu beberapa media cetak lokal
maupun lingkup Asia telah meliput usaha kuliner tradisional ”Waroeng
Podjok”.
“Klien kami menggugat karena memang melihat adanya pelanggaran, itikad
tidak baik dan kesewenangan dalam pendaftaran nama Warung Pojok oleh
pihak Rusmin. Klien kamilah yang pertama menggunakan nama Waroeng Podjok
sejak 1998. Namun pihak Rusmin mengirim somasi pada klien kami dan
membuat pernyataan terbuka di harian umum bahwa mereka sebagai pendaftar
merek ”Warung Pojok” dan seolah penggunaan merek ”Waroeng Podjok” oleh
PT. Intirasa adalah ilegal.
Akhirnya dalam proses pengadilan terbukti bahwa PT Puri Intirasa
merupakan pihak yang terlebih dulu membuka usaha dengan nama “Waroeng
Podjok”. Sehingga tuntutan pihak Rusmin terhadap PT Puri Intirasa agar
tidak menggunakan nama ”Waroeng Podjok” serta membayar ganti rugi
materiil dan immateriil sebesar Rp 6 miliar, seluruhnya ditolak
pengadilan dengan salah satu pertimbangan bahwa PT Puri Intirasa telah
lebih dahulu melakukan usaha restoran dengan nama ”Waroeng Podjok”.
Dalam pertimbangannya Majelis Hakim juga mengingatkan bahwa istilah/kata ”Warung Pojok” sudah dikenal dari masa ke masa.
Bambang melanjutkan, meskipun gugatan balik pihak Rusmin seluruhnya
ditolak Majelis Hakim, terasa masih ada yang menggantung, yakni Majelis
Hakim belum memerintahkan mencabut pendaftaran merek “Warung Pojok”.
Apabila nama itu memang dianggap sudah ada dari masa ke masa yang
artinya sudah dianggap milik umum, maka semestinya Pengadilan
memerintahkan pencabutan pendaftaran merek tersebut agar tidak menjadi
monopoli pihak pendaftar saja, dan pihak lain dapat menggunakannya.
Bahkan dalam proses persidangan terungkap bahwa sejak pendaftarannya
pada tahun 2002 nama “Warung Pojok” tidak pernah digunakan oleh pihak
Rusmin. Baru pada awal tahun 2008, tidak lama sebelum mengajukan somasi
dan peringatan terbuka di harian umum pihak Rusmin menggunakan nama itu
untuk restorannya yang baru dibuka. Berdasarkan ketentuan pasal 61 ayat 2
a UU Merek semestinya Ditjen HKI menghapus pendaftaran merek tersebut
karena telah tidak digunakan lebih dari tiga tahun sejak pendaftarannya.
Kasasi ke Mahkamah Agung
Lantaran tuntutan membayar ganti rugi materill dan immaterill serta
tuntutan agar PT Puri Intirasa tidak lagi menggunakan nama “Waroeng
Podjok” seluruhnya ditolak Majelis Hakim, pihak Rusmin mengajukan kasasi
atas putusan tersebut ke Mahkamah Agung, yang didaftarkan melalui
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada hari Senin tanggal 8 September 2008
lalu.
Menghadapi upaya kasasi tersebut, Bambang mengatakan pihaknya telah
mempersiapkan beberapa langkah antisipasi. Kami berharap Mahkamah Agung
mempertimbangkan kenyataan bahwa pihak pendaftar merek ”warung pojok”
tidak pernah menggunakan nama tersebut sejak pendaftarannya pada tahun
2002 hingga pertama kalinya di awal tahun 2008. Menurut UU Merek jika
dalam rentang waktu tiga tahun suatu merek tidak digunakan, maka Ditjen
HKI akan menghapus pendaftaran merek tersebut. Tanpa adanya tuntutan
dari pihak lainpun seharusnya Ditjen HKI berinisiatif menghapus
pendaftaran merek tersebut, sebagaimana diamanatkan UU.
Sumber : www.majalahfranchise.com
http://indocashregister.com/2009/01/02/kasus-sengketa-merek-waroeng-podjok-vs-warung-pojok-mesinkasir/
Tanggapan:
Kemungkinan pihak "Warung Pojok" mungkin memang melakukan plagiatisme. Karena "Waroeng Podjok" telah lama berdiri dan sudah terkenal di masyarakat lokal dan bahkan luar negeri, juga banyak di media-media cetak, sehingga ada pihak yang meniru , berharap masyarakat akan beralih ke "Warung Pojok" atau menganggap itu sebagai cabangnya "Waroeng Podjok". Untuk menutupi tindakan tersebut, pihak "Warung Pojok" melakukan gugatan sehingga terkesan bahwa "Waroeng Podjok" melakukan plagiatisme.
atau mungkin juga setelah restoran "Warung Pojok" telah berdiri, pihak tersebut BARU tahu atau melihat ada nama restoran yang memiliki nama sama, sehingga menganggap bahwa restauran "Waroeng Podjok" melakukan plagiatisme dan menggencarkan serangan ke pihak "Waroeng Podjok".
Menurut saya, seharusnya hal ini tidak perlu dipermaslahkan. Mengingat walaupun nama mirip dan bergerak dibidang yang sama yaitu makanan, tapi belum tentu produk makanan yang dihasilkan dari setiap restaurant 100% sama. Juga mengingat di Indonesia, banyak produk atau nama-nama toko yang memiliki kemiripan dan bahkan produk yang dihasilkan sama tetapi tidak menjadi masalah. Yang hanya membedakan mungkin dari segi rasa. Nama mirip, produk sama, tapi rasa ada yang enak dan ada yang tidak. Jadi tidak masalah. Karena masyarakat/konsumen datang bukan berdasarkan nama toko tapi suasana tempat, kualitas produk yang baik tetapi harga terjangkau, letak yang strategis yang dicari masyarakat/konsumen.
Kemudian, mungkin letak kesalahan ada pada Ditjen HKI. Karena pada dasarnya, ketika ingin membuka usaha pasti ada perizinan terlebih dulu dan adanya pendataan. Seharusnya ketika ada yang mengajukan nama "Warung Pojok", pihak Ditjen HKI mencocokan dengan data yang ada apakah sudah ada nama toko yang sama atau mirip seperti itu dan bergerak di bidang yang sama yaitu makanan. Jika sama atau mirip, bisa ditolak atau pemberitahuan kepada pihak pendaftar nama bahwa nama tersebut telah dipakai. Sehingga dapat terhindari kasus-kasus penggugatan, adu domba, tari urat seperti ini.